Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kabupaten Lebak Kekurangan 2.500 Guru SD dan SMP, Pendidikan di Ujung Tanduk

detikwarta.com - Kabupaten Lebak, Banten, menghadapi krisis pendidikan yang kian mengkhawatirkan. Berdasarkan data terbaru yang diperoleh detikwarta.com dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Kabupaten Lebak, wilayah ini kekurangan sekitar 2.500 guru untuk jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Angka ini mencerminkan tantangan serius dalam memastikan hak pendidikan anak-anak di 28 kecamatan yang tersebar di kabupaten terluas di Provinsi Banten ini.

Kepala Dindikbud Lebak, Wawan Ruswandi, dalam wawancara eksklusif dengan tim kami, mengakui bahwa kekurangan ini telah berlangsung bertahun-tahun.

"Idealnya, kami butuh 9.600 guru untuk SD dan SMP. Saat ini, hanya ada sekitar 6.400 guru PNS dan PPPK, ditambah tenaga honorer yang jumlahnya tak cukup signifikan," ujarnya pada Senin (10/3/2025).

kekurangan%20guru%20kabupaten%20lebak

Dengan 2.500 guru yang kurang, rasio guru-murid di Lebak jauh dari ideal, yakni 1:20 sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008.

Investigasi detikwarta.com mengungkap bahwa salah satu penyebab utama krisis ini adalah tingginya angka pensiun guru. Data internal Dindikbud menunjukkan bahwa setiap tahun, rata-rata 150-200 guru PNS memasuki masa pensiun, sementara pengangkatan guru baru melalui skema Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tak sebanding. Pada 2024, hanya 1.501 guru PPPK yang berhasil direkrut, jauh di bawah kebutuhan.

"Kuota dari pusat sangat terbatas. Kami ajukan ribuan, tapi yang disetujui ratusan saja," keluh Wawan. Sementara itu, guru honorer menjadi "penyelamat" sementara, meski kesejahteraan mereka kerap diabaikan.

Seorang guru honorer di Kecamatan Maja, yang meminta identitasnya dirahasiakan, mengaku hanya digaji Rp500 ribu per bulan. "Kami mengajar dengan hati, tapi kebutuhan hidup tak bisa ditutup dengan idealisme," katanya.

Kekurangan guru berdampak langsung pada kualitas pendidikan. Di SDN 1 Curugbadag, Kecamatan Maja, misalnya, satu guru harus menangani dua kelas sekaligus. "Saya ajar kelas 4 dan 5 bersamaan, total 40 anak. Fokus pasti terpecah," ungkap Kepala Sekolah Hudri kepada tim kami.

Situasi serupa juga dilaporkan di SMPN pelosok seperti di Kecamatan Cijaku, di mana pelajaran tertentu seperti Matematika dan IPA hanya diajarkan seminggu sekali karena tak ada guru spesialis.

Aktivis pendidikan dari Forum Masyarakat Peduli Pendidikan Lebak, Rina Sari, menilai kondisi ini memprihatinkan. "Anak-anak di desa jadi korban. Mereka berhak dapat pendidikan berkualitas, tapi kenyataannya jauh dari harapan," tegasnya.

Pemerintah Kabupaten Lebak mengklaim telah berupaya mengatasi krisis ini, salah satunya melalui program "Lebak Pintar" yang mencakup pelatihan guru dan pengajuan kuota tambahan ke Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Namun, hingga Maret 2025, hasilnya belum signifikan. "Kami butuh solusi cepat dari pusat, termasuk anggaran untuk Diklat dan sertifikasi guru," tambah Wawan.

Sementara itu, Direktur Guru Pendidikan Dasar Kemendikbudristek, Rachmadi Widdiharto, saat dihubungi terpisah, berjanji akan mengevaluasi kebutuhan guru di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) seperti Lebak.

"Kami sedang kembangkan platform Ruang Talenta Guru untuk percepatan rekrutmen," katanya.

Kekurangan 2.500 guru di Lebak bukan sekadar angka, melainkan cerminan kegagalan sistemik yang mengancam masa depan generasi muda.

Tanpa langkah konkret dari pemerintah pusat dan daerah, pendidikan di Lebak akan terus berada di ujung tanduk. detikwarta.com akan terus mengawal isu ini demi hak pendidikan yang merata.